Beranda Berita Kirab Merah Putih dan Napak Tilas Perjuangan Pangeran Diponegoro

Kirab Merah Putih dan Napak Tilas Perjuangan Pangeran Diponegoro

0

Magelang – Kirab Merah Putih dan Napak Tilas Perjuangan Pangeran Diponegoro merupakan rangkaian acara yang diadakan oleh DPW Persatuan Mahasiswa Pecinta Tanah Air Indonesia (PMPI) dan DPC PETANESIA Kota serta Kabupaten Magelang pada Ahad (16/2/2025). 

Kegiatan ini berkolaborasi dengan organisasi kemahasiswaan yang ada di daerah Magelang terdiri dari PMII, HMI, IMM, dan IPNU, dengan jumlah peserta seluruhnya 100 orang. 

Kirab ini start dari Kampoeng Dolanan dibuka dengan Apel pembukaan, lalu berjalan menuju Bukit Barede simbol perjuangan yang pernah dilalui Pangeran Diponegoro dan rute terakhir di Masjid Langgar Agung Pangeran Diponegoro, Masjid yang terletak di kaki perbukitan Menoreh, tepatnya di Dusun Kamal, Desa Menoreh, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Di setiap tempat tersebut, di isi dengan Orasi kebangsaan dalam rangka peningkatan spirit nasionalisme melalui perjuangan yang sudah dilakukan oleh Pangeran Diponegoro. 

Pada rute terakhir di Masjid Langgar Agung Pangeran Diponegoro, peserta kirab sowan kepada  KH Ahmad Nur Shodiq, salah satu pengurus masjid Langgar Agung sekaligus pengasuh Ponpes Nurul Falah, pada kesempatan sowan ini beliau menyampaikan beberapa hal berkaitan dengan Pangeran Diponegoro. 

“Langgar Agung ini dulu adalah mushola kecil, tapi begitu Pangeran Diponegoro itu ditangkap oleh Belanda dengan tipu muslihatnya Belanda yang menanam seseorang untuk merayu Pangeran Diponegoro diajak berunding tapi ternyata ditangkap diasingkan di Manado dan dipindah di Makassar serta meninggal di Makassar.lalu tempat petilasan ini dirusak oleh belanda. Setelah masjid dirusak oleh Belanda. setelah kemerdekaan pemerintah kabupaten berkunjung untuk bermusyawarah dengan tokoh dan masyarakat serta mengusulkan dikembalikan fungsinya sebagai musholla. Ini sudah pemugaran dari aslinya, dulu mushola kecil dan diperbaiki seperti ini. Lalu setelah disetujui, ini mau dinamai apa. Pengelola disini itu murid dari kyai di sebelah barat. Kalau dikatakan masjid kurang enak, bagaimana kalau dinamakan Langgar Agung, Langgar Agung itu bukan musholla, tapi Langgar Agung adalah masjid yang di namakan masjid Langgar Agung. Dan insyaAllah hanya satu didunia nama masjid ini.”jelasnya.

Adapun peninggalan lain dari Pangeran Diponegoro menurut KH. Ahmad Nur Shodiq. “Peninggalan yang masih dijaga yaitu kitab suci al qur’an, tulisan tangan beliau, tulisan tangan utuh 30 juz dari surat Al fatihah sampai surat an-nas. Apa makna daripada Pangeran Diponegoro, meninggalkan Al-Qur’an ditulis 30 juz, maknanya kita sebagai penerus untuk selalu belajar-belajar dan jangan meninggalkan wahyu Allah, ketika kita berpegang Al qur’an akan sukses dunia akhirat.”

Selain itu beliau juga menambahkan bahwa Pangeran Diponegoro juga meninggalkan tasbih, tasbih maknanya apa?. Bahwa beliau tidak pernah meninggalkan wirid. “Jadi kita sebagai umat islam, sebagai mahasiswa-mahasiswi, kita jangan meninggalkan wirid atau aurad. Itu diantara perilaku beliau dalam mengadakan perlawanan penjajah Belanda.”pungkasnya.

Pada intinya sebagai refleksi spiritual dan nasionalisme Pangeran Diponegoro bisa kita contoh melalui perilaku atau tindakannya, yaitu dengan tidak meninggalkan Al- Qur’an dan tidak meninggalkan wirid. Ketika kedua tersebut dicapai,maka akan selamat dunia dan akhirat.

Pengirim: M. Sya’ful Iktafi
Editor: K. Anwar

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini