Selasa, 20 Mei 2025. Pagi itu matahari agaknya masih ogah-ogahan menampakkan diri. Awan mendung tipis ia sungkupkan pada bumi. Membuat warna langit tampak keabu-abuan. Meski begitu, saya harus tetap menganjang kota yang dulu menjadi tempat “pelarian” saya, Semarang. Ada misi yang mesti saya jalankan.
Kaligung yang saya tumpangi telah sampai titik perhentian akhir, Stasiun Poncol. Saya segera beringsut dan keluar dari gerbong ekonomi 1. Masih terlalu pagi saya tiba di kota penuh kenangan itu. Pukul tujuh lewat 18 menit. Sementara, acara baru mulai pukul 11.00. Artinya, masih ada banyak waktu yang bisa digunakan untuk istirahat dan sarapan.
Di sudut halaman parkir, tak jauh dari pintu keluar stasiun, sebuah kios menjajakan aneka makanan dan minuman. Saya mampir dan ngiras di sana. Duduk-duduk menghabiskan waktu. Seorang murid saya, mas Hadi Ismawan—yang tanpa sengaja bertemu di kereta—menyusul. Obrolan ngalor-ngidul berlangsung.
Mas Hadi banyak bercerita tentang kesibukannya belakangan ini. Sekarang, ia menjadi seorang HRD di sebuah perusahaan produsen sarung di Pekalongan. Mendengar itu, rasa hati ikut berbangga.
“Saya dapat tugas dari kantor. Ada undangan dari Dinakertrans Provinsi, Kang,” ujarnya.
“Wuih, hebat!” seru saya. “Sampeyan bisa punya jejaring dengan provinsi. Keren!” lanjut saya sambil nyeruput kopi panas.
Lantas, ia tanyakan kabar keluarga dan Ibu saya. Ya, mas Hadi cukup tahu tentang keluarga saya. Dulu, waktu masih jadi mahasiswa tak jarang mampir ke toko Ibu. Tak jarang pula main ke rumah. Untuk sekadar main atau juga diskusi tentang studinya.
Ia ulang kisah-kisah itu. Mengingat peristiwa-peristiwa kecil yang mungkin baginya sangat berkesan. Tetapi, saya lebih terkesan dengan apa yang ia kerjakan sekarang. Ia lebih hebat dari saya.
Menjadi HRD adalah sebuah posisi yang mulia. Sebab, berhubungan dengan banyak orang. Khususnya, karyawan di perusahaan tempat kerjanya. Perannya sangat penting bagi kelangsungan hidup perusahaan dan karyawan, juga keluarga yang dihidupi para karyawan. Bahkan, sangat mungkin sekali baginya menjalankan peran sosial di tengah masyarakat.
Bagaimana tidak, peran HRD begitu vital dalam merekrut karyawan. Artinya, ia pula yang punya peran bagi masyarakat agar mendapatkan kesempatan bekerja. Meningkatkan kesejahteraan dan mengaktualisasikan diri.
Tentu, tidak bisa sembarang dalam memastikan siapa yang berhak mendapatkan kesempatan itu. Ada kriteria-kriteria tertentu yang sesuai dengan permintaan perusahaan. Mulai dari kecakapan hidup sampai pada perilaku.
Tanggung jawab lainnya, adalah mengupayakan peningkatan kualitas tenaga kerja. Baik pengetahuan, keterampilan, maupun kemampuan karyawan dalam menjalankan tugas. Bahkan, dalam urusan pengembangan karir. Dengan kata lain, ia punya kewenangan untuk mengembangkan kemampuan karyawan dalam mengelola organisasi perusahaan pula. Lain dari itu, ia diberi tanggung jawab pula untuk memperhatikan kesejahteraan karyawan.
Bisa dibilang, seorang HRD adalah gurunya para karyawan. Dan, saya bersyukur karena itu. Dulu, ketika ia masih mahasiswa di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, kerap saya katakan padanya, “Jangan terlalu berharap menjadi guru di sekolah. Tapi, sampeyan bisa jadi guru di tempat lain tanpa melabeli diri sebagai guru.”
Pernyataan itu, terinspirasi dari sebuah cerpen karangan Putu Wijaya yang berjudul Guru. Cerpen itu berkisah tentang anak seorang pengusaha kaya yang tiba-tiba ingin jadi guru. Sebuah pekerjaan yang sama sekali tidak diinginkan orang tua si tokoh utama cerpen itu. Ternyata, dia malah jadi guru di perusahaan besar.
Tentu, tantangan yang dihadapi jauh lebih besar. Dengan latar belakang yang beragam, permasalahan karyawan di perusahaannya pun bisa sangat bermacam-macam. Cara pandang karyawan yang beraneka juga menjadi perhatian yang tidak boleh luput. Semua itu mesti ia pelajari secara mendalam.
Belum lagi, dalam hubungannya dengan masyarakat sekitar perusahaan. Ia juga mesti dapat memastikan, bahwa hubungan itu berjalan dengan baik. Setiap permasalahan yang timbul ia mesti menjadikannya sebagai bagian dari evaluasi bagi hubungan yang terjalin antara perusahaan dengan masyarakat sekitar.
Walau begitu, apa yang kini diraihnya bukan tanpa usaha keras. Di sela-sela obrolan kopi itu, mas Hadi sempat menceritakan perjalanan yang ditempuh. Mulai dari usaha yang ia buka dan bangkrut sampai pada keputusannya untuk bekerja di perusahaan.
“Dulu, saya sempat buka toko helm, Kang. Tapi, makin hari makin sepi. Akhirnya, saya tutup. Pernah juga buka toko perlengkapan bayi. Hanya, tak berjalan mulus. Mungkin belum rezekinya ya, Kang?” tuturnya.
Memang, ada fase kehidupan yang harus dilalui setiap manusia. Orang tidak selamanya menapaki jalan mulus. Kadang perlu merasakan jatuh terperosok. Akan tetapi, semua itu adalah bagian dari sebuah pembelajaran tentang hidup. Tentang bagaimana hidup mesti dijalani. Juga, tentang bagaimana kita menemukan makna hidup dan memberi makna pada kehidupan.
“Risiko usaha itu ya bangkrut. Begitu pula risiko berbuat kejahatan, ya dipermalukan. Jadi, masih mending ada usaha ketimbang sampeyan berbuat jahat. Semalu-malunya orang bangkrut, masih lebih malu orang yang berbuat jahat. Orang bangkrut, masih mungkin ada orang yang berempati. Orang jahat, bisa saja malah dijauhi,” seloroh saya.
Di sela-sela obrolan, ia sempat meminta foto bersama. Foto itu diunggah di grup WA alumni. Kontan, banyak teman seangkatannya yang merespons. Malah, sempat pula membuat video berdua.
Tak lama kemudian obrolan kami harus diakhiri. Jam menunjukkan pukul 08.30. Mas Hadi mesti segera meluncur ke kantor Dinakertrans. Sementara, saya akhirnya memutuskan untuk meluncur ke PPRP. Sebelum berpisah, kami bertukar nomor WA.
Oh iya, ada yang tak sempat saya sampaikan padanya. Dan, melalui tulisan ini saya sampaikan saja sebuah pesan untuknya. Baik-baiklah menjalin hubungan dengan siapa pun. Tidak terkecuali, dengan karyawan di perusahaan tempat kerjamu. Mereka menaruh hormat kepadamu bukan hanya karena kamu seorang HRD. Akan tetapi, mereka menghormatimu karena kamu juga menjunjung tinggi kehormatan dan harga diri mereka.
Satu lagi, pesan untuknya. Mumpung jadi HRD, pelajari apa-apa yang menjadi penting dalam pengelolaan perusahaan. Siapa tahu, kelak sampeyan punya peluang untuk membuka perusahaan baru. Sebab, dunia ini serba mungkin bagi mereka yang mau berusaha.
Catatan:
Ngiras: istilah Jawa untuk menyebut makan/minum di warung





